Thursday, 27 July 2017

Perjanjian Bersama dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial bisa dibatalkan / diingkari?

Undang Undang No 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial / PPHI berlandaskan pada geist penyelesaian secara musyawarah mufakat antara para pihak yang berselisih tanpa campur tangan dari pihak lain merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan perselisihan / sengketa hukum antara pekerja dengan pengusaha. Ruh musyawarah mufakat ini termaktub di :

 a. Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi :
" Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat ".
b. Penjelasan Umumnya yang berbunyi :
 "Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang berselisih sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian bipartit ini dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak tanpa dicampuri oleh pihak manapun ".

Norma hukum musyawarah mufakat ini bersifat perintah / gebod ".....wajib diupayakan...", tidak hanya sekedar anjuran / mogen , jadi wajib dijalankan untuk melakukan upaya musyawarah mufakat. Kalau tidak dijalankan upaya musyawarah mufakat maka tidak dapat dilakukan upaya penyelesaian perselisihan ke tahap berikutnya yaitu melibatkan pihak ke -3 ( mediasi,konsiliasi,arbitrase), secara formil bukti upaya ini adalah dibuatnya Risalah Bipartit.
Konsep Musyawarah Mufakat atau dengan kata lain upaya mencapai kesepakatan bersama ini " ditekankan " tidak hanya dalam   untuk dapat terjadi dalam tahap :

Non Litigasi
1. Perundingan bipartit, antara pekerja / serikat pekerja dengan pengusaha / serikat lain
2. Perundingan Tripartit/melibatkan pihak ke-3 : mediasi, rekonsiliasi dan arbritase
Litigasi
1. Sebelum Tergugat menyampaikan jawaban Tergugat, dimana Penggugat mencabut gugatannya.
Khusus Perdamaian / kesepakatan yang terjadi karena upaya dari Hakim sesuai dengan mandat Pasal 130 HIR atau setelah jawaban Tergugat dituangkan dalam penetapan pengadilan.

Hasil dari musyawarah mufakat ini dituangkan dalam wujud Perjanjian Bersama, khusus musyawarah mufakat di Arbitase disebut dengan Akta Perdamaian, yang berisi kesepakatan bersama antara pihak pekerja / serikat pekerja dengan pengusaha / serikat pekerja lain.
Perbedaan Perjanjian Bersama dengan Akta Perdamaian adalah Perjanjian Bersama ditandatangani kedua belah pihak, sedangkan Akta Perdamaian ditandatangani kedua belah pihak plus Arbiter. Tetapi secara substansinya sama yaitu sebuah Perjanjian yang mendasarkan pada pasal 1320 dan 1338 BW, yang mana berlaku asas kebebasan berkontrak dan akibat hukum dari perjanjian tersebut adalah berlaku dan mengikat kepada para pihak dalam perjanjian tersebut seperti undang - undang / asas pacta sunt servanda.

Mari kita lihat pengaturan di Undang Undang No 2 tahun 2004 tentang "ruh" musyawarah mufakat dengan wujud Perjanjian Bersama sbb :

Pasal 7
(1) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak.
(2) Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.
(3) Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
(4) Perjanjian Bersama yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
(5) Apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
(6) Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

Pasal 13
(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka:
a. mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
b. anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
c. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;
e. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(3) Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan sebagai berikut:
a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;
b. apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf e tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
c. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

Pasal 23
(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka:
a. konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;
b. anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
c. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;
e. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka, dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(3) Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan sebagai berikut:
a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;
b. apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf e tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapat penetapan eksekusi;
c. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

Pasal 44
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.
(2) Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.
(3) Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian.
(4) Pendaftaran Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan sebagai berikut:
a. Akta Perdamaian yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akta Perdamaian;
b. apabila Akta Perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Akta Perdamaian didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi;
c. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Akta Perdamaian, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
(5) Apabila upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.

Asas Kebebasan Berkontrak

Penegasan mengenai adanya kebebasan berkontrak ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : " semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya."  Hal ini juga dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang - undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah.
Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya.
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-­undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).



Ada argumentasi yang menyatakan bahwa Perjanjian Bersama yang menyepakati penyelesaian perselisihan hubungan industrial khususnya hal besaran uang hak PHK di bawah peraturan Undang Undang adalah batal demi hukum karena melanggar syarat perjanjian Pasal 1320 BW tentang causa halal. contoh : pesangon dibawah ketentuan undang - undang no 13 tahun 2003.
Argumentasi ini kelihatan benar tapi menyesatkan. Benar bahwa Perjanjian itu tidak boleh melanggar peraturan perundang - undangan sebagai syarat causa halalnya, tetapi dalam perselisihan hubungan industrial dimana ruhnya adalah musyawarah mufakat. Apabila harus sesuai dengan yang tertulis di aturan hukum tentunya hukum tidak memberikan peluang untuk musyawarah mufakat karena hakekat dari musyawarah mufakat adalah kehendak bebas para pihak. Dengan begitu maka dapat dimaknai bahwa ketentuan pesangon bersifat opsional atau pilihan dalam konteks musyawarah mufakat yaitu Perjanjian Bersama.

Kesimpulan

Perjanjian Bersama selama memenuhi unsur pasal 1320 BW maka berlaku bagai undang - undang bagi para pihak dan tidak bisa dibatalkan tanpa kesepakatan para pihak.

No comments:

Post a Comment

Membership Konsultan Ketenagakerjaan