Friday, 17 March 2017

Perjanjian Bersama PHK dengan Pesangon dibawah Pasal 156 UU No.13 Th 2003, Sah?

Perhitungan pesangon akibat dari pemutusan hubungan kerja telah diatur di Pasal 156 Undang Undang No 13 Tahun 2003, sedangkan untuk jenis - jenis pemutusan hubungan kerjanya diperinci dari pasal 158 hingga pasal 169.
Perselisihan PHK antara pekerja dengan pengusaha terjadi karena :
1. Alasan dan atau prosedur PHK tidak sesuai dengan pasal 158 hingga pasal 169, intinya tidak mau di-PHK.
2. Perhitungan Pesangon/hak PHK yang tidak sesuai dengan aturan Pasal 156, ada sebagian yang menafsirkan frasa di Pasal 156 ayat 2 ".....paling sedikit....." sebagai alasan untuk meminta pesangon diatas ketentuan Pasal 156.

Dilihat dari nilai pesangonnya PHK dapat digolongkan sbb :

1. Pesangon 2 X pasal 156 ayat 2, Penghargaan masa kerja 1 x Pasal 156 ayat 3 dan penggantian hak 1 x Pasal 156 ayat 4
2. Pesangon 1 X pasal 156 ayat 2, Penghargaan masa kerja 1 x Pasal 156 ayat 3 dan penggantian hak 1 x Pasal 156 ayat 4
3. Penghargaan masa kerja 1 X   Pasal 156 ayat 3, penggantian hak 1 x Pasal 156 ayat 4
4. Penggantian Hak 1 X Pasal 156 ayat 4, Uang Pisah
5. Tidak dapat apa - apa


Perselisihan PHK sendiri didefinisikan dalam Pasal 1 angka 4 Undang Undang No 2 tahun 2004 tentang PPHI sbb : " Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak".
Secara a-contrario adalah tidak ada perselisihan PHK apabila dilakukan oleh kedua belah pihak, dalam arti sepakat melakukan PHK dan saling menerima hak kewajiban masing - masing.

Dalam menyelesaian perselisihan PHK ini sesuai dengan amanat UU no 2 tahun 2004 adalah :
1. musyawarah mufakat dalam perundingan bipartit.
2. Mediasi atau konsiliasi.
3. Peradilan Hubungan Industrial
4. Kasasi Mahkamah Agung.
Perjanjian Bersama hanya ada dalam proses bipartit dan Mediasi/konsiliasi, dimana substansi dari Perjanjian Bersama tentang :

1. Kesepakatan PHK
2. Kesepakatan nilai pesangon / hak PHK


Perjanjian Bersama merupakan produk musyawarah mufakat baik secara bipartit maupun tripartit dan produk dari kesepakatan menerima anjuran mediator atau konsiliator. Dengan begitu jelas maka konsep dasarnya adalah azas kebebasan berkontrak sesuai dengan pasal 1320 BW, maka Perjanjian Bersama adalah mengikat para pihak seperti undang undang ( Pacta sunt servanda Pasal 1338 BW  ) dimana Perjanjian Bersama tersebut tidak bisa dibatalkan oleh satu pihak.
Dengan Perjanjian Bersama berarti kedua belah pihak telah secara sukarela menerima dan menyetujui adanya PHK dan nilai pesangon / hak PHK yang termantup di dalamnya.

Namun yang menjadi perdebatan adalah apabila isi Perjanjian Bersama nilai pesangon / hak PHK lebih rendah dari ketentuan Pasal 156 sampai Pasal 169 Undang Undang Ketenagakerjaan no.13 tahun 2003, apakah unsur causa halal Perjanjian Bersama tersebut terpenuhi?
Apabila merujuk kepada ketentuan tersebut maka "seolah - olah " sudah final hak PHK / pesangon karena hitungannya sudah jelas dan gamblang, akan tetapi ketika menjadi perselisihan PHK maka ketentuan dalam Undang Undang no.2 tahun 2004 khususnya Pasal 7, 13 dan 23 menjadi "lex specialist derogat legi generali" dimana  ada proses non litigasi dengan musyawarah mufakat baik bipartit maupun tripartit, kalau ada kesepakatan dibuatkan Perjanjian Bersama, kalau tidak ada kesepakatan maka ditempuh melalui jalur litigasi.
Dengan begitu maka unsur causa halalnya terpenuhi sesuai dengan Undang Undang No 2 tahun 2004.

Apakah Perjanjian Bersama yang sudah ditandatangani tetapi belum didaftarkan ke pengadilan dapat dibatalkan atau diingkari oleh salah satu pihak?
Jawabannya tidak karena Perjanjian Bersama mengikat para pihak bagai undang undang ( Pasal 1338 BW dan Pasal 7,13,23 Undang Undang No 2 tahun 2004 ) dan pendaftaran ke pengadilan untuk kepentingan eksekutorial saja, bukan keabsahan Perjanjian Bersama.

Kesimpulannya Perjanjian Bersama yang memperjanjikan nilai pesangon / hak PHK dibawah ketentuan Undang Undang no 13 tahun 2003 khususnya Pasal 156 sampai Pasal 169 sah menurut hukum yaitu sesuai dengan azas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 7, 13 dan 23 Undang Undang No 2  tahun 2004 juncto pasal 1320 dan 1338 BW.

No comments:

Post a Comment

Membership Konsultan Ketenagakerjaan