Hukum Poligami
Konstruksi hukum perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 1 tahun 1974 adalah monogami dan monoandri, artinya 1 istri dan 1 suami, sebagaimana penjelasan berikut :
1. Pasal 1, yang berbunyi : " perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
2. Pasal 3 ayat 1, yang berbunyi : " pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami."
Akan tetapi Pengadilan diberikan wewenang untuk memberikan ijin kepada suami untuk beristri lebih dari satu, tetapi tidak bersuami lebih dari satu, diatur dalam Pasal 4 Undang Undang no 1 tahun 1974 juncto Pasal 40 dan 41 huruf a Peraturan Pemerintah no 9 Tahun 1975, dengan alasan salah satu dari alasan dibawah ini :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
seperti: melayani kebutuhan ranjang suaminya karena sakit atau keterbatasan fisik, nusyuz / membangkang suami.
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
seperti : Tangan terpotong, wajah ancur terbakar, dst. dalam hukum islam kondisi ini tetap merujuk kepada alasan istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Apabila alasan poligami sesuai dengan salah satu alasan diatas maka harus menyertakan syarat pengajuan poligami sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang undang no 1 tahun 1974 juncto Pasal 41 huruf b, c dan d Peraturan Pemerintah no 9 tahun 1975 yaitu :
1. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
2. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
3. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Kritik terhadap alasan diperbolehkannya poligami sbb :
1. Perlu adanya bukti medis atau keterangan medis yang menyatakan bahwa istri memang mengalami cacat / penyakit / keadaan tertentu yang tidak memungkinkan untuk menjalankan kewajiban ranjangnya.
2. Untuk Nusyuz semestinya ada bukti pengakuan istri dan saksi
3. Istri yang mandul harusnya ada batasan waktu, misalnya 5 tahun setelah menikah, dan disertai bukti medis tentang kondisi kesuburan istri dan suami. Hal ini penting agar ada tolok ukur mandul yang jelas, sehingga jika suami yang mandul dan atau suami istri yang mandul tentunya sia - sia melakukan poligami.
Untuk syarat pengajuan ijin poligami bersifat akumulatif, artinya harus terpenuhi semua, dimana ketiga syarat tersebut harus dengan bukti tertulis dan kemampuan ekonomi suami harus benar - benar mencukupi untuk menghidupi istri - istri dan anak - anaknya secara wajar.
Akan tetapi syarat adanya persetujuan dari istri / istri - istri ditelikung oleh Kompilasi Hukum Islam Pasal 59 yang berbunyi :
"Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi."
Apakah Kompilasi Hukum Islam / KHI adalah peraturan perundang undangan? Jika merujuk pada Undang Undang no 12 tahun 2011 Pasal 7 ayat 1 maka Kompilasi Hukum Islam bukan peraturan perundang undangan karena tidak jelas siapa yang membuat dan siapa yang mengesahkan, yang ada hanya instruksi presiden untuk menyebarluaskan KHI tetapi bukan mengesahkan. Oleh karena itu KHI tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk memutuskan perkara poligami ini. Sehingga tanpa persetujuan istri seharusnya ijin poligami tetap tidak bisa diberikan.
Prosedur Permohonan Poligami
- Calon suami datang ke Kelurahan/Desa meminta surat pengantar ke Pengadilan dengan membawa KTP dan Kartu Keluarga
- Datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat-surat dari Kelurahan/ Desa, surat persetujuan dari isteri pertama, surat pernyataan bisa berlaku adil, surat keterangan penghasilan dan surat-surat lain yang dibutuhkan Pengadilan Agama
- Sidang penetapan izin poligami di Pengadilan Agama
- Datang ke Kelurahan/Desa dengan membawa penetapan izin poligami dan meminta surat-surat untuk pernikahan berupa surat keterangan
- Laporan Pernikahan ke KUA Kecamatan
- Ijab Qabul.
Pembatalan poligami
Syarat sahnya poligami adalah penetapan pengadilan yang mengijinkan seseorang untuk poligami, tentunya penetapan tersebut seharusnya memenuhi alternatif alasan dan komulatif syaratnya diatas.
Dalam prakteknya poligami "mungkin" terjadi dengan kondisi sebagai berikut :
1. Tanpa adanya penetapan pengadilan tetapi KUA tetap mencatat perkawinannya, ini bertentangan dengan Pasal 20 Undang Undang No 1 Tahun 1974.
2. Penetapan Pengadilan yang tidak memenuhi unsur alternatif alasan dan komulatif syaratnya poligami, khususnya istri tidak memberikan ijin tetapi penetapan poligami tetap dilakukan oleh pengadilan atau istri tidak mengetahui dan atau dipanggil pengadilan terkait dengan penetapan poligami.
Apabila ada poligami yang diduga tidak memenuhi syarat - syaratnya maka istri dapat melakukan gugatan untuk pembatalan perkawinan poligami tersebut berdasarkan pasal 22 Undang Undang No 1 Tahun 1974.
Syarat sahnya poligami adalah penetapan pengadilan yang mengijinkan seseorang untuk poligami, tentunya penetapan tersebut seharusnya memenuhi alternatif alasan dan komulatif syaratnya diatas.
Dalam prakteknya poligami "mungkin" terjadi dengan kondisi sebagai berikut :
1. Tanpa adanya penetapan pengadilan tetapi KUA tetap mencatat perkawinannya, ini bertentangan dengan Pasal 20 Undang Undang No 1 Tahun 1974.
2. Penetapan Pengadilan yang tidak memenuhi unsur alternatif alasan dan komulatif syaratnya poligami, khususnya istri tidak memberikan ijin tetapi penetapan poligami tetap dilakukan oleh pengadilan atau istri tidak mengetahui dan atau dipanggil pengadilan terkait dengan penetapan poligami.
Apabila ada poligami yang diduga tidak memenuhi syarat - syaratnya maka istri dapat melakukan gugatan untuk pembatalan perkawinan poligami tersebut berdasarkan pasal 22 Undang Undang No 1 Tahun 1974.
Kesimpulan
1. Poligami memang diperbolehkan secara hukum akan tetapi harus adanya bukti yang sah bahwa alasan alternatifnya terpenuhi salah satu dan syarat komulatifnya terpenuhi semua.
2. Tanpa Persetujuan Istri maka ijin poligami tidak bisa diberikan.
3. Poligami dapat dimintakan pembatalan ke pengadilan apabila tidak memenuhi syarat - syarat yang diwajibkan peraturan.
Wallohul muwafiq ilaa aqwamith thorieq
Wassalam
Isnanto, SH